Jumat, 01 Mei 2015

Shikamaru Hiden: A Cloud Drifting in Silent Darkness Chapter 12 [Translation Indonesia and English]

シ カマル秘伝 闇の黙に浮ぶ雲 Shikamaru Hiden: Yami no Shijima ni Ukabu Kumo (Shikamaru Hiden: A Cloud Drifting in Silent Darkness) ● Dalam Bab 12



[Indonesia]

Kantor Hokage di kampung halamannya tak dapat dibandingkan dengan luas ruangan yang sangat besar ini.Shikamaru dipaksa bersimpuh di tengah karpet berwarna crimson pekat yang terbentang dari pintu masuk ganda yang megah menghadap interior ruangan.

Kedua tangannya diborgol di belakang punggungnya.

 Dua Kakusha berdiri di sampingnya sehingga ia tak mendapatkan ide apapun untuk berdiri dan membuat kekacauan.

 Baiklah, mereka adalah shinobi, jadi mereka akan sadar saat Shikamaru melakukan hal yang mencurigakan.Rou dan Soku berada dibelakangnya.

 Tangan mereka juga terborgol di belakang punggung mereka, dan para penjaga disamping mereka.

 Perbedaannya hanyalah wajah mereka dipenuhi oleh luka dan lebam, bukti yang kuat dari penyiksaan yang mereka alami.Dihitung dari jumlah makanan dan kondisi perutnya, sudah 10 hari sejak mereka ditangkap.

Selama itu, Shikamaru tak pernah sekalipun disiksa.

 Gengo mengunjunginya berkali-kali, tinggal sebentar untuk membicarakan hal tak penting, kemudian pergi. Dia selalu mengatakan hal bodoh dan tak penting seperti ‘aku rasa aku harus berpidato hari ini’ atau ‘apa yang harus dimakan saat makan siang?’.

“Tundukkan kepalamu.”

 Kakusha di sisi kanan Shikamaru memerintah, dan menghempaskan kepalanya ke karpet.

“Mereka adalah tamu penting. Kau tak perlu memperlakukan mereka dengan kasar.”

 Suara Gengo datang beberapa jarak dari Shikamaru.Saat ia mengatakan hal tersebut, Kakusha itu segera melepaskan kepala Shikamaru, berdiri tegak, sangat malu karena dimarahi.

“Bawahanku sudah berlaku kasar.” Ucap Gengo. 

“Tolong, angkat kepalamu.”

Shikamaru telah lebih dulu mengangkat wajahnya sebelum diizinkan. 

Tangga marmer berawal dimana karpet crimson itu berakhir di depannya. 

Di paling atas tangga tersebut, terdapat lantai luas dengan sebuah patung naga yang tinggi megah dan sebuah singgasana terpahat disana.

Gengo duduk disana, kaki yang satu berada di atas kaki yang lain.

 Siku kirinya berada di atas sandaran lengan dan ia dengan santai menopang pipinya di telapak tangan kirinya.

 Tatapan dingin, tenang, dan merendahkan yang diberikannya pada Shikamaru membuktikan bahwa dirinyalah penguasa negara itu.

“Bawa mereka mendekat.”

 Perintah Gengo.Kakusha di sisi Shikamaru menarik tangan Shikamaru, menyeretnya untuk berdiri.

 Mereka memburunya sepanjang karpet, hingga ia mencapai dasar tangga besar itu.

 Rou dan Soku juga diseret dengan perlakukan yang sama.

“Sudahkah kau merasa sedikit ingin tahu mengenai kata-kataku sekarang?” Tanya Gengo.

“Maaf, tapi aku tidak tahu apa yang kau coba katakan.” 

Ucap Shikamaru.Gengo mengeluarkan tawa kecil karena jawaban yang cepat dan tegas itu.

Terdapat para Kakusha yang berbaris ke samping di kedua sisi singgasananya.

 Mereka semua menatap rendah Shikamaru dengan tatapan angkuh yang membuatnya menduga bahwa mereka adalah penasihat Gengo atau orang-orang dekatnya.

 Shikamaru melihat sosok Sai berada dalam barisan mereka, telah dihiasi dengan jubah hitam yang semua Kakusha kenakan.

 Meskipun mereka seharusnya merupakan rekan, mata Sai menatap rendah Shikamaru tanpa kegelisahan mapun keraguan. 

Mata Sai tak pernah begitu ekspresif sebelumnya, namun juga tak pernah terlihat begitu hampa dan kosong seperti sekarang.

“Seseorang secerdas dan seterkenal dirimu…” Ucap Gengo, 

“Aku rasa kau telah lebih dulu mengetahui apa yang kuinginkan darimu.”

Tentu saja Shikamaru telah menyadari apa yang Gengo inginkan.

 Ia sudah menyadarinya sejak lama, namun itu adalah gagasan yang konyol. Tak akan pernah terjadi. 

Jadi ia tetap membungkam mulutnya, tak mau membuang-buang nafasnya untuk melakukan itu.

“Jadilah tangan kananku, Shikamaru. Jika itu kau, kau akan dapat membuat dunia baru menjadi nyata bersamaku. Aku dapat melihat bahwa kau adalah pria yang pantas untuk itu.”

“Aku menolak.”

Shikamaru dengan segera mengeluarkan jawabannya. 

Matanya bergolak dengan keinginan membunuh saat ia melirik tajam ke arah Gengo.

Namun penguasa negara itu tampak tak terpengaruh sedikitpun. 

Ia dengan tenang mempertemukan tatapannya dengan tatapan haus darah Shikamaru seolah itu tak lebih dari sekedar angin lalu.

“Seseorang yang bereaksi pada rencanaku yang tiba-tiba dengan penuh kegembiraan dan penerimaan bukanlah seseorang yang kuinginkan. Kau melakukannya dengan sangat baik, Shikamaru.”

“Kau telah membuatku jengkel lebih dan lebih lagi dengan intonasimu yang terdengar mengetahui segalanya, bertingkah seolah kau dapat melihat isi dari semua orang. Apa yang kau dapat mengerti tentangku?”

Shikamaru tak benar-benar jengkel.

 Dia bukanlah tipe orang yang membiarkan sesuatu seperti ini membuatnya marah dan kehilangan ketenangannya.

 Ia hanya bertindak seolah tak sabar untuk bertarung untuk melihat reaksi lawannya.

 Hanya itu saja.

“Adalah hal yang tak mungkin bagi seseorang untuk benar-benar mengerti orang lain lain.” Ucap Gengo. 

“Bukankah itu mengapa aku mengadakan percakapan denganmu? Bukan melihat ke dalam dirimu. Aku sudah hidup sedikit lebih lama darimu, jadi aku dapat sedikit merasakan emosimu. Jika itu entah bagaimana terdengar seperti sebuah nada yang arogan, maka aku minta maaf.”

“Intonasi seperti itulah yang membuatku jengkel.”

“Aku mengerti…”

 Gengo memejamkan matanya dan tertawa seperti mencela diri sendiri.Hening sesaat.

 Tatapan Gengo menerawang ke sekitar ruangan seperti sedang berpikir.Dia dengan sengaja membuat kesempatan pada kemarahan Shikamaru untuk mereda…

Jika kau melihat situasi itu dari jauh, kau akan berpikir bahwa Gengo sengaja berhenti sejenak untuk mengumpulkan pemikiran dan mempersiapkan pembicaraan yang lain.

Akan tetapi, kenyataannya adalah jika Gengo melanjutkan pembicaraannya dalam atmosfer seperti ini maka kemarahan Shikamaru akan terus meluap hingga ia begitu marah dan dengan keras kepala menolak untuk mendengar apapun.

 Gengo dengan sengaja menciptakan jeda dalam pembicaraan mereka untuk menghindari kemungkinan itu.

Menciptakan jeda bagi kedua pihak untuk mengambil nafas dan menenangkan diri dapat secara efektif mengubah atmosfer tegang di antara mereka. 

Bahkan jika Shikamaru menyemburkan kalimat pedasnya, dengan tak adanya balasan dari Gengo, maka itu semua hanya akan menjadi raungan tak berarti yang hanya akan membuatnya lebih marah.

Gengo sedang mendorong percakapan itu menuju ke arah yang ia inginkan.

Pria ini sudah banyak berlatih dalam bernegosiasi…

Akhirnya, setelah jeda yang panjang, mata Gengo kembali melihat Shikamaru.

“Hanya ada satu pertanyaan yang ku miliki untukmu, tapi apakah kau bersedia memberikanku jawaban?”

“Apa?”

Shikamaru menyesali kata yang telah keluar dari mulutnya. 

Namun sudah terlambat untuk menariknya kembali.

“Mengapa shinobi begitu tertindas dan tertekan?”

Tertindas?

 Shinobi?

Shikamaru tak mengerti apa maksud pria itu.

Kebisuannya mendorong Gengo untuk melanjutkan bicaranya, memperkuat pertanyaannya dengan berbicara lagi.

“Desa-desa dimana para shinobi tinggal, tanpa terkecuali, selalu disebut sebagai ‘desa tersembunyi’. Kenapa shinobi harus tetap tersembunyi? Di seluruh Negara di kontinen ini, berapa banyak tanah yang shinobi bisa akui sebagai milik mereka? Kau akan menemukan bahwa itu merupakan porsi yang sangat sedikit. Dan kenapa itu bisa terjadi? Karena ada orang lain yang menguasai sebagian besar kontinen ini. Para Daimyou.”

Baiklah, dia tak salah. Desa shinobi memiliki nama yang selalu bertitel ‘desa tersembunyi’.

 Sebagian besar kontinen ini memang diperintah oleh para Daimyou.

Lalu kenapa?Jadi para Daimyou yang memerintah negara, jadi shinobi tinggal di desa-desa yang disebut ‘desa tersembunyi.

 Itu tak membuat shinobi tertindas.Shikamaru bekerja di bagian paling penting dalam Persatuan Shinobi, jadi ia sedikit lebih tahu tentang keadaan dunia dibanding yang lain.

 Para Daimyou, dan penduduk yang tinggal di Negara yang mereka pimpin, mereka semua hidup di sisi shinobi dengan baik, hubungan yang saling menguntungkan.

“Pikirkan tentang itu, Shikamaru. Kenapa shinobi ditindas oleh para Daimyou?”

“Kapan shinobi pernah ditindas oleh para Daimyou?”

“Bukan hanya para Daimyou. Kita telah ditindas oleh setiap orang yang bukan shinobi.”

 Mata Gengo tampak seperti memancarkan api saat ia melihat Shikamaru. 

“Aku akan menanyakanmu satu hal lagi.”

“Tadi kau mengatakan bahwa kau hanya akan menanyakan satu…”

“Aku bertanya lagi.” 

Gengo memotongnya dengan tajam. 

“Shinobi menyimpan kekuatan yang berbeda dari manusia lain di dunia ini. Apa kau setuju?”

Chakra dan ninjutsu…

Baiklah, kau tak dapat memungkiri bahwa itu merupakan kemampuan yang jelas membedakan shinobi dengan manusia biasa.Shikamaru mengangguk dalam diam.Gengo tampak puas, dan lanjut berbicara.

“Dan kekuatan yang shinobi miliki itu jauh melewati batas kemampuan manusia.”

Sekali lagi, Shikamaru mengangguk.Perang Besar yang terjadi dua tahun lalu merupakan peperangan yang akan menentukan nasib seluruh dunia.

 Jika Aliansi Shinobi saat itu dikalahkan, maka baik Shikamaru atapun Gengo tak akan berbicara disini sekarang.

Baik itu Uchiha Madara, yang berencana untuk menarik semua manusia di muka bumi ke dalam mimpi genjutsu, atau Uzumaki Naruto, yang telah membawa seluruh bijuu ke dalam tubuhnya sehingga ia dapat mengakhiri perang, keduanya merupakan contoh utama dari makhluk yang tak dapat lagi disebut sebagai ‘manusia’. 

Terdapat kemungkinan bahwa dengan perkembangan dari era terakhir, shinobi akan memisahkan diri dari jalan 'kemanusiaan' bersamaan.

“Kenapa shinobi yang mampu melampaui manusia harus tinggal di desa ‘tersembunyi’? Kenapa kita harus hidup dalam kehidupan seperti itu? Kenapa kita harus dipaksa untuk bekerja demi penghidupan sebagai pesuruh Daimyou? Dalam Perang Besar dua tahun lalu, siapa yang menyelamatkan dunia ini dari kehancuran? Bukan Daimyou. Bukan penduduk.”

Kekuatan suara Gengo meningkat, menekan Shikamaru dari segala arah.

“Bukankah shinobi yang menyelamatkan dunia ini?”

Kekuatan apa ini…?

Suara itu membuat jantungnya berdebar tak menentu di dalam dadanya.Shikamaru merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasakan hingga detik ini : kegembiraan yang meluap-luap.

Kenapa ia merasa seperti itu?

Mungkin karena Gengo telah mengambil perasaan berbahay yang sama dengan yang mengintai di sudut tersembunyi hati Shikamaru, dan dengan jelas menjadikannya dalam bentuk kata-kata.Dia benar…

Dua tahun lalu, shinobi telah menyelamatkan dunia.

“Begitu banyak shinobi bertempur dan mengorbankan nyawanya untuk melindungi dunia ini, tapi berapa banyak para penduduk yang mengetahui fakta itu? Nama Uzumaki Naruto, seseorang yang dipuja di seluruh dunia shinobi karena menjadi pahlawan yang mengakhiri perang—bahkan tak dikenal oleh penduduk yang sulit dikendalikan itu! Uchiha Madara, Uchiha Obito, Uchiha Sasuke, Hatake Kakashi, Lima Kage, Akatsuki, semua dari mereka, bukankah suatu fakta bahwa tak ada orang di luar dunia shinobi yang pernah membicarakan tentang mereka?”

Tepat seperti yang dikatakan Gengo. Tak peduli berapa banyak shinobi yang mempertaruhkan jiwanya untuk melindungi dunia, takkan ada satupun penduduk yang hidup di dunia luar yang pernah mendengar hal itu.

“Era perdamaian ini dibangun di atas tumpukan jasad shinobi, namun Daimyou datang dan menduduki tanpa sedikitpun keraguan, terus dengan nyaman memimpin rakyat tanpa berpikir sedikitpun tentang kita. Demi para bajingan itu, kita shinobi pergi bertempur dalam Perang Besar. Kita menjadi tameng hidup untuk Daimyou dan penduduk. Dan kemudian, balasannya?”

Tak ada yang berubah.Baiklah, Shikamaru berpikir bahwa hal itu bukanlah alasan yang tak masuk akal.

Para musuh yang melawan aliansi shinobi selama perang, Uchiha Madara dan Ootsutsuki Kaguya, telah berniat untuk menarik semua orang ke dalam sebuah genjutsu sehingga mereka dapat menjadikan chakra semua orang sebagai baterai hidup.Hasilnya adalah di tengah pertempuran sengit itu, semua penduduk dan Daimyo telah jatuh ke dalam tidur yang nyenyak.Namun tetap saja…

Faktanya adalah, bukan karena tak ada dari mereka yang tahu apa yang terjadi selama Perang Besar. 

Mereka hanya tidak membicarakan tentang hal itu.

“Mengapa kita para shinobi yang memiliki kekuatan besar dipaksa untuk hidup di ‘desa tersembunyi’, terus-menerus mengintai dari kegelapan saat menjalani kehidupan sehari-hari kita?” Genggo berdiri dari singgasananya.

 “Apakah itu demi yang terbaik?”Gengo mengambil satu langkah menuruni tangga. Kemudian melangkah lagi. Ia perlahan turun, tak melepas pandangan Shikamaru, terus berbicara.

“Shikamaru. Pertanyaan selanjutnya merupakan pertanyaan yang sangat ingin kutanyakan padamu.”Gengo mencapai dasar tangga, terus berjalan hingga ia berdiri tepat di depan mata Shikamaru.

“Bukankah itu yang terbaik jika shinobi lah yang memimpin dunia ini?"

‘Kau salah.’

Shikamaru tak dapat menyebutkan kata itu. Tidak, ia bahkan sama sekali tak bisa menjawab pertanyaan itu.

Ia sudah tidak tahu lagi mana yang benar.

‘Kita adalah shinobi karena kita menanggung beban.’

Tak peduli seberapa besar kekuatan yang kau miliki, kau melayani orang-orang secara tak terlihat dan dari bayang-bayang. Itulah yang didefinisikan sebagai shinobi.Walaupun begitu.

Kemungkinan yang tak terbatas berasal dari chakra dan ninjutsu yang digunakan oleh shinobi. Jika shinobi benar-benar mengambil alih kekuasaan Daimyou seperti yang dikatakan Gengo, dan jika mereka memerintah seluruh negara, bukankah dunia akan membuat kemajuan yang begitu besar dibanding yang telah terjadi sekarang?Manakah yang merupakan pilihan terbaik untuk semua orang?Ia tak mampu memberikan jawaban.

“Dengan kekuatan shinobi, perlahan aku akan mengangkat negara ini.” Ucap Gengo.

 “Aku akan menempatkan akhir yang indah dari era perang yang tak henti-hentinya ini. Dengan kekuatan shinobi, itu semua dapat menjadi hal yang mungkin!”

Membunuh pria yang disebut Gengo... apakah itu merupakan jalan yang terbaik?

Shikamaru sudah tak terlalu yakin lagi.

Bersambung ke Shikamaru Hiden chapter 13...


[English]

The Hokage’s office back home couldn’t even be compared to the enormous size of this hall.

Shikamaru was crouched down in themiddle of a deep crimson carpet rolled out from the extravagant double doors atthe entrance towards the interior of the room.

Both of his hands were in manacles behind his back. Two of the Enlightened Ones stood by his sidesso he wouldn’t get any ideas about standing up and causing trouble. Well, theywere originally shinobi, so they’d notice the moment Shikamaru did anythingsuspicious.

Rou and Soku were behind him. They, too, had their hands in manacles behind their backs, and guards by their sides. The only difference was that both their faces were covered in dark bruises and gashes, clear evidence of the torture they’d been suffering.

Going by the number of meals and the state of his stomach, it had already been 10 days since they were captured.

In all that time, Shikamaru hadn’t been tortured even once. Gengo had visited him countless times, staying a bit to make some meaningless small talk, and then leaving. He would always say things like ‘should I make a speech today I wonder’ or ‘what should be eaten for lunch?’ useless, stupid stuff like that.

“Lower your head.”

 the Enlightened on Shikamaru’s right side ordered, and slammed his forehead onto the carpet.

“These are important guests. You mustn’t handle them roughly.” 

Gengo’s voice came from some distance ahead of Shikamaru.

The moment he said that, the EO let go of Shikamaru’s head in a hurry, straightening up as if deeply embarrassed at being scolded.

“My subordinate has been rude.” Gengo said. 

“Please, raise your head.”

Shikamaru had already been lifting his face even before he was given permission. A marble staircase started where the crimson carpet ended ahead of him. At the very top of the staircase, there was a wide floor with a long, extravagant statue of a dragon with a throne carved into it.

Gengo sat there, one leg thrown over the other. His left elbow was leaning on the armrest, and he casually cradled his cheek in his left palm. The cool, composed gaze with which he looked down at Shikamaru was exactly that of the ruler of a country.

“Bring them closer.” Gengo commanded.

The EO’s at Shikamaru’s sides put their arms through his, dragging him to his feet. They hurried him across the carpet, until he was at the bottom of the great staircase. Rou and Soku were dragged along in the same manner.

“Have you gotten a little bit curious about my words now?” Gengo asked.

“Sorry but, I have no idea what you’re trying to say.” Shikamaru said.

Gengo let out a small laugh at the immediate and resolute reply.

There were several EO’s lined up along each side of his throne. All of them were looking down at Shikamaru with the kind of haughty eyes that made him suppose they were Gengo’s advisors or close aides. Shikamaru saw Sai’s figure among their ranks, already adorned with the black cloak that all Enlightened Ones wore. Although they were supposed to be comrades, Sai’s eyes looked down at Shikamaru without any uneasiness or hesitation. Sai’s eyes had never been very expressive to begin with, but they’d never looked as blank and empty as they did now.

“Someone as intelligent and well-known as yourself…” Gengo said, “I think you’ve long figured out what I want from you.”

Of course Shikamaru had noticed what Gengo wanted. He’d sensed it ages ago, but it was a ridiculous notion. It wasn’t ever going to happen. So he kept his mouth shut, and didn’t even waste his breath on it.

“Become my right hand man, Shikamaru. If it’s you, then you will be able to bring a new world into existence alongside me. I can see that you are a man capable of that.”

“I’ll pass.”

Shikamaru immediately spat out his reply. His eyes seethed with murderous rage as he glared up at Gengo.

But the country’s ruler didn’t seem the least bit affected. He calmly met Shikamaru’s bloodthirsty gaze as if it was nothing more than a passing wind.

“Someone who reacted to my sudden proposition with immediate joy and acceptance would not have been someone I would want. You’re doing very well, Shikamaru.”

“You’ve been pissing me off more and more with that all-knowing tone of yours, acting like you can see through everyone. What could you possibly understand about me?”

Shikamaru wasn’t actually pissed off. He wasn’t the sort of person who let things like this anger him enough to make him lose his cool. He was just acting like he was itching for a fight because he wanted to see his opponent’s reaction. That was all that it was.

“It’s impossible for one person to completely understand another.” Gengo said, 

“Isn’t that why I’m holding a conversation with you? I’m not seeing through you. I’ve simply lived a little longer than you have, so I can perceive your emotions a little. If that somehow seemed to manifest into an arrogant tone, then I apologise.”

“It’s exactly that kind of tone that pisses me off.”

“I see…” 

Gengo closed his eyes and laughed in a self-deprecating way.For a while, there was silence. Gengo’s gaze wondered around the room as if he was thinking.

He had deliberately created a chance for Shikamaru’s ‘anger’ to cool down…

If you looked at the situation from afar, you’d think Gengo was simply pausing to gather his own thoughts and prepare for another conversation.

However, the reality was that if Gengo had continued the conversation with its current atmosphere, then Shikamaru’s ‘anger’ would have continued to brim over until he was so incensed he would obstinately refuse to listen to anything. Gengo had deliberately created a lull in conversation to avoid that outcome.

Creating a pause for both parties to breathe and calm down would effectively change the strained atmosphere between them. Even if Shikamaru had insisted on spitting out vitriol, with the absence of Gengo’s reply it would’ve been nothing more than empty howling that would release more anger than increase it.

Gengo was pushing the conversation down the path that he wanted it to go.

This man had a lot of practice with negotiating…

Finally, after a long pause, Gengo’s eyes returned to look at Shikamaru.

“There’s just one thing question I have for you, but would you be willing to give me an answer?”

“What?”

Shikamaru regretted the word the moment he let it pass his mouth. But it was too late to take it back.

“Why are shinobi so oppressed and downtrodden?”

Oppressed? Shinobi?

Shikamaru didn’t understand what the man was getting at.

His silence encouraged Gengo to continue speaking, reinforcing his question with more talk.

“The villages that shinobi live in are always, without exception, described as ‘hidden villages’. Why must shinobi stay hidden? In all the countries in this continent, how much land do shinobi really get to call their own? You’ll find that it’s a very small portion. And why is that? Because there are others who rule the majority of this continent. The daimyous.”

Well, he wasn’t wrong. Shinobi villages did have the title of a ‘hidden village’ added to their name. The majority of the continent was indeed governed by Daimyous.

So what?

So the Daimyous governed the countries, so the shinobi stayed in villages that were called ‘hidden villlages’. That didn’t make shinobi oppressed.

Shikamaru held a job in the very backbone of the Shinobi Union, so he knew a little bit more about the state of the world than others. The Daimyous, and the citizens who lived within the countries that they ruled, they all co-existed alongside shinobi in a satisfactory, mutually beneficial relationship.

“Think about it, Shikamaru. Why are shinobi oppressed by the daimyous?”

“When have shinobi ever been oppressed by the Daimyous?”

“It’s not just the daimyous. We’re oppressed by every single person who isn’t a shinobi.”

 Gengo’s eyes looked like they were spitting flames as he looked at Shikamaru.

 “I will ask you one more question.”

“You said you were just going to ask one…”

“I’m asking another.” Gengo sharply cut him off. 

“Shinobi hold a power different from all other humans in this world. Do you agree?”

Chakra and ninjutsu…

Well, you couldn’t deny that they were abilities that clearly separated shinobi from normal people.

Shikamaru silently nodded.

Gengo seemed satisfied by that, and continued speaking.

“And the power that shinobi hold is one that far surpasses the limits of a human’s abilities.”

Again, Shikamaru nodded.

The Great War that took place two years ago had been a battle that would decide the fight of the whole world. If the shinobi alliance back then had been defeated, then neither Shikamaru nor Gengo would be here talking now.

Whether it was Uchiha Madara, who had planned to drag every human on earth into a giant genjutsu’s dreams, or Naruto Uzumaki, who had taken all the tailed beasts into his body so he could end the battle, both were prime examples of living beings that simply couldn’t be called ‘human’ anymore. It was possible that with the developments of the last era, shinobi had broken away from the path of ‘humanity’ all together.

“Why must shinobi who surpass the limits of human beings be forced to live in ‘hidden’ villages? Why must we endure living that kind of life? Why must we be forced to work for our daily income as the daimyous’ errand boys? In the Great War two years ago, who was it that saved this world from destruction? It wasn’t the daimyou. It wasn’t the citizens.”

Gengo’s voice increased in power, pushing down on Shikamaru from every direction.

“Wasn’t it we shinobi who saved this world?”

What was this power…?

It was making his heart thump erratically in his chest.

Shikamaru felt something he hadn’t felt at all until this moment: exaltation.

Why did he feel like that?

Maybe because Gengo had taken the same dangerous feelings that lurked in some repressed corner of Shikamaru’s heart, and clearly put them into words.He was right…

Two years ago, shinobi had saved the world.

“Countless shinobi fought and sacrificed their lives to protect this world, but just how many citizens actually know about that fact? The name of Uzumaki Naruto, someone adored all across the shinobi world for being the hero that ended the war– it isn’t even known to a handful of citizens! Uchiha Madara, Uchiha Obito, Uchiha Sasuke, Hatake Kakashi, the Five Kage, the Akatsuki, all of them, isn’t it a fact that nobody outside of the shinobi world ever talks about them?”

It was exactly as Gengo said. No matter how much shinobi put their lives on the line to protect the world, none of the citizens living within society would ever hear about it.

“This era of peace was built upon piles of shinobi corpses, and yet the daimyou come and sit atop it without a moment of hesitation, comfortably continuing to rule the citizens without a single thought for us. It’s for the sakes of those bastards that we shinobi went out into the battlefield at the time of the Great War. We became living barriers for the daimyou and citizens. And yet, in return?”

Nothing had changed.

Well, Shikamaru thought that wasn’t an unreasonable outcome.

The antagonists against the shinobi alliance during the war, Uchiha Madara and Ootsutsuki Kaguya, had intended to pull all the people in the continent into a genjutsu so they could use their chakra as a living battery.

The result had been that in the height of that fierce battle, all the citizens and daimyou had fallen into a deep sleep.

But still…

The fact remained that it wasn’t as if no one knew what happened during the Great War. They simply didn’t speak of it.

“Why are we shinobi who hold the greater power forced to live in ‘hidden villages’, constantly lurking in the shadows as we go about our daily lives?” 

Gengo stood up from his throne. 

“Is it really for the best?”

Gengo took one step down the stairs. Then another. He slowly descended, holding Shikamaru’s gaze as he kept speaking.

“Shikamaru. The next question is what I really want to ask you.”

Gengo reached the bottom of the stairs, walking forwards so he stood right in front of Shikamaru’s eyes.

“Wouldn’t it be for the best if shinobi governed this world instead?”

‘You’re wrong.’

Shikamaru couldn’t say those words.

 No, he couldn’t answer the question at all.He didn’t know what was right anymore.

‘We are shinobi because we endure.’

No matter how great the powers you held were, you served the people unseen and from the shadows. That was what shinobi were defined by.

However.

Endless possibilities stemmed from the chakra and ninjutsu used by shinobi. If shinobi really took control from the daimyous the way Gengo said, and if they governed all the countries, then wouldn’t the world make even more remarkable progress than it has up to now?

What was really the best choice for the people?

He couldn’t give an answer.

“With the power of shinobi, I am slowly going to elevate this country.” Gengo said. 

“I am going to put a clean end to this this unrelenting era of war lords. With the power of shinobi, it’s possible!”

Killing the man called Gengo…

was it really for the best?

Shikamaru wasn’t so sure anymore.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar