Minggu, 26 April 2015

Shikamaru Hiden: A Cloud Drifting in Silent Darkness Chapter 3 [Translation Indonesia and English]



 シカマル秘伝 闇の黙に浮ぶ雲 Shikamaru Hiden: Yami no Shijima ni Ukabu Kumo (Shikamaru Hiden: A Cloud Drifting in Silent Darkness) ● Dalam Bab 3 : Shikamaru
Shikamaru Hiden, Chapter 3
-
“Dan dengan ini, pertemuan bulan ini berakhir. Apakah ada yang ingin bertanya?"
Shikamaru memejamkan matanya saat mendengar suara yang terdengar tidak puas pada pertemuan ini. Pria berkacamata yang berbicara adalah Chojuro, shinobi dari Kirigakure. Shikamaru mengenalnya saat perang, ia merupakan salah satu bodyguard Mizukage.
“Jika tidak ada yang ingin bertanya, kalau begitu, Shikamaru-san..." Chojuro berbicara dengan nada permohonan dari tempat ia duduk, disebelah Shikamaru.
Shikamaru membuka mata kanannya untuk melihat ke arah Chojuro, kemudian perlahan membuka keduanya.
Sepuluh shinobi duduk mengitari meja yang berbentuk lingkaran; baik pria maupun wanita, semuanya rata-rata seusia dengan Shikamaru.
Mereka berada di Negeri Besi (Tetsu no Kuni); Markas Besar Persatuan Shinobi.
Negara ini memiliki sejumlah besar samurai yang kuat, karena itu mereka tidak membutuhkan seorang shinobi pun. Sebelum perang, kelima Kage dari Lima Desa Besar Tersembunyi mengadakan pertemuan di negara ini, dan sekarang, negara ini menjadi Markas Besar Persatuan Shinobi. Markas Besar Persatuan Shinobi telah ditetapkan di Negara Besi, tempat dimana aliansi pertama kali dibentuk.
Seluruh desa terkemuka dari kelima Negara Besar Shinobi menugaskan beberapa shinobinya untuk mengadakan pertemuan di markas besar, dan—tak peduli siang ataupun malam—melanjutkan kerja keras mereka demi perluasan dunia ninja secara keseluruhan.
Pertemuan ini dipenuhi oleh orang-orang yang menopang beban era dunia shinobi yang selanjutnya. Tempat ini merupakan tempat dimana masa depan Shinobi didiskusikan. Shinobi yang dikirim untuk pertemuan ini merupakan shinobi yang berkapabel di desanya, yang dipertimbangkan sebagai kandidat Kage ataupun jabatan lainnya. Diantara mereka, Shikamaru dan Chojuro adalah yang paling muda.
Selain Shikamaru dan Chojuro, yang memimpin rapat, ada juga Temari dari Sunagakure, dan Omoi dari Kumogakure.
Shikamaru ditugaskan sebagai pimpinan dari pertemuan shinobi ini. Tentu saja, ia tidak mengajukan dirinya. Ini merupakan hasil rekomendasi dari semua orang.
“Shikamaru-san?” suara Chojuro terdengar seperti khawatir akan keheningan Shikamaru yang berkepanjangan.
Shikamaru berdeham, melihat kearah seluruh anggota, membuka mulutnya untuk bicara.
“Saya yakin bahwa kita tidak memiliki topik baru untuk dibicarakan pada pertemuan ini. Saya berharap pertemuan-pertemuan berikutnya dapat berjalan singkat seperti ini. Dengan begitu, sampai bertemu lagi bulan depan."
Seusai menutup pertemuan itu, Shikamaru segera melangkahkan kakinya, mengumpulkan semua gulungan dan dokumen yang tersebar sepanjang meja, melipat dan menggulungnya, kemudian bersiap untuk meninggalkan ruangan
Karena bingung akan sikap pemimpinnya yang dingin, anggota lainnya bersiap meninggalkan ruangan dengan segera. Semua orang keluar ruangan menuju dua lorong di kanan dan di kiri.
Meskipun begitu banyak shinobi yang berjalan di lorong dengan gelisah, tak satupun suara langkah mereka yang terdengar. Bagaimanapun juga mereka adalah shinobi. Suara langkah orang lain pasti dapat terdengar, namun tidak dengan suara langkah shinobi. Itu merupakan hal yang paling mendasar dari hal-hal dasar yang diajarkan di akademi ninja.
“Oi.” Sebuah suara memanggilnya dari belakang.
Shikamaru mendecakkan lidahnya dengan gelisah. Saat ini, pemilik suara itu adalah orang yang paling tidak ingin ia ajak bicara.
Ia terus melangkah seolah tak mendengar panggilan itu.
“Tunggu, Shikamaru!”
Suara itu terasa seperti menghantamnya dari belakang.
“Ada apa?” Shikamaru menolehkan kepalanya untuk sekedar melihat wanita di belakangnya dari balik bahunya.
Temari dari Suna. Rambutnya kini lebih pendek dibanding dua tahun lalu, dan sekarang diikat dua pada bagian kanan dan kiri. Wajahnya tampak seperti orang dewasa, matanya tampak lebih teduh dibanding dulu.
Ia lebih tua dari Shikamaru. Daripada mengatakan bahwa ia terlihat seperti orang dewasa, akan lebih tepat jika dikatakan bahwa ia telah tumbuh menjadi orang dewasa yang menawan.
“Ada apa dengamu?” Tanyanya.
Matanya tampak seperti lebih sayu dibanding dulu.
“Aku tidak mengerti maksudmu.”
“Kau bersikap aneh belakangan ini.” Temari mengulurkan tangannya yang ramping untuk menggapai pundak Shikamaru, memutarnya agar menghadap ke arahnya.
Merepotkan…
Kata yang hampir keluar dari tenggorokannya itu kembali ia telan dengan penuh ketakutan.
“Seperti sikapmu yang dingin pada pertemuan tadi." Ia berkata, "Kau membuat keputusan tanpa mengungkapkan sepatah kata atau memberikan penjelasan, itu membuat semua orang gugup, atmosfir berubah menjadi tegang."
“Oh ya?”
“Kau bahkan tidak menyadarinya...?" Mata Temari sedikit melebar. "Apa ada yang salah?"
“Tidak ada…”
“Ada hal yang tak ingin kau beritahukan padaku, benarkah itu?"
Tatapan Temari seperti terluka.
Sejak perang usai, terhitung sudah dua tahun Shikamaru telah bekerja sama dengan Temari. Temari merupakan partner yang baik dan pengertian. Mereka berdua berbagi perasaan yang sama, yaitu tidak ingin seluruh shinobi yang telah dipersatukan terpisah kembali, begitu juga dengan niat mereka untuk bekerja sama dan membangun Persatuan Shinobi sebaik mungkin.
Jika kalian melihat ikatan yang kuat antara Naruto, yang bertekad untuk menjadi Hokage Konoha, dan Gaara, Kazekage Suna, maka dapat dikatakan dengan mudah bahwa ikatan antara Suna dan Konoha merupakan yang terkuat diantara desa lainnya. Begitu juga dengan kekuatan eksternal seperti dalam pekerjaan, maka wajar jika Shikamaru dan Temari telah mencapai tahap dimana mereka memberikan dukungan yang terbesar satu sama lain di Persatuan Shinobi.
“Sesuatu sedang terjadi di Konoha, kan?"
Temari sudah membuat tebakan yang tepat. Namun, ia melewatkan satu hal kecil. Situasinya tidak terjadi di Konoha, meskipun situasinya mempengaruhi seluruh shinobi Konoha. Teori Temari setengahnya benar, setengahnya salah.
Jika ada suatu hal yang tak mengubah hidup shinobi, maka itu adalah ketika segala hal yang telah melewati perbatasan desamu, harus segera didiskusikan dengan desa lainnya. Ini merupakan aturan dasar Persatuan Shinobi. Langkah yang diambil oleh Shikamaru dan Kakashi jelas-jelas merupakan sebuah pelanggaran.
Namun, walaupun terdapat peraturan tak langsung tersebut, Shikamaru masih tak berniat untuk mengatakan hal itu pada Temari. Sebuah langkah yang tidak bijak untuk melibatkan seluruh Persatuan ke dalam urusan Negeri Sunyi.
Konoha akan menangani masalah ini sendiri...
Ia sendiri yang akan menanganinya.
“Kau tak bisa mengandalkanku dalam hal apapun?"
“Tidak.”
Nada Shikamaru yang tajam membuat mata Temari meredup.
"Jadi seperti itu…”
Sebuah tinju melayang tepat setelahnya.
Selang sedetik, wajah Temari yang menampakkan ekspresi tersinggung berubah menjadi kemarahan besar. Tak ada waktu lagi untuk menghindarinya. Bahkan sebelum Shikamaru menyadari apa yang sedang terjadi, tubuhnya sudah melayang ke arah lain.
Tubuhnya terguling di lantai lorong sebelum akhirnya terduduk. Ia terdiam kemudian menggerakkan tangannya untuk menyentuh pipinya yang memerah dan terasa pedih menyengat.
Temari menatapnya dengan menampakkan ekspresi kemarahan di wajahnya.
"Aku tak percaya bahwa aku salah menilaimu selama ini!" Ia berteriak dengan penuh amarah, kata-katanya seolah berubah menjadi angin yang menghantam wajah Shikamaru.
“Aku- aku minta maaf…”
Permintaan maaf itu meluncur tanpa disadari.
Dulu sewaktu ayahnya baru pulang saat matahari terbit, ibunya memaki ayahnya di depan pintu masuk. Entah bagaimana, Shikamaru menemukan dirinya dimaki dengan makian yang serupa oleh Temari.
Temari melangkah melewati Shikamaru dengan langkah yang besar dan cepat, kemudian menghilang dibalik punggungnya.
Sudut matanya tampak sedikit basah...
*
“Kau sudah berhenti makan.”
Suara itu merupakan suara Chouji yang duduk di depannya, kedua pipinya menggembung terisi makanan. Ino duduk disebelahnya.
Mereka berada di Yakiniku Q.
Dua tahun setelah perang, kedua temannya sudah tumbuh dewasa. Chouji masih tetap gemuk seperti biasanya, namun matanya menampakkan perawakan yang maskulin, dan kini ia memiliki jenggot. Rambut Ino tumbuh panjang dan lebih panjang lagi, ia membiarkan poninya yang panjang terurai, tampak lebih dewasa daripada sebelumnya.
“Apa kau makan sesuatu sebelum kemari?" Chouji membuka mulutnya untuk melahap daging lagi, mengunyahnya dan kemudian menelannya.
“Shikamaru dan aku sudah berhenti tumbuh sejak lama, jadi kami tidak makan secara berlebihan sepertimu, Chouji."
“Hey!” Mata Chouji membelalak karena marah.
Shikamaru tertawa lepas. Rasa tenang menyelimuti hatinya. Rasanya sudah lama.
“Aku sengaja datang untuk makan siang bersama kalian, jadi untuk apa aku makan sebelum kemari?" Shikamaru mengarahkan sumpitnya menuju potongan daging yang hampir gosong.
Sepasang sumpit lainnya menghadang sumpit Shikamaru.
“Hey, tadi aku yang memanggang potongan daging itu!" Protes Chouji.
“Baiklah, baiklah."
Mereka telah melalui saat-saat seperti ini berkali-kali sebelumnya. Shikamaru melepaskan potongan daging itu, menuju daging potongan daging di sebelahnya. Ia melirik ke arah Ino, yang mengangguk memberikan persetujuan.
“Sudah lama sejak terakhir kali kau mengajak kami keluar, Shikamaru.” Ucap Ino.
“Iya,” Chouji menimpali, “Belakangan, aku sangat jarang bertemu denganmu kecuali jika kita mengatur waktu seperti ini."
“Shikamaru punya banyak pekerjaan di Persatuan Shinobi dan ia juga membantu Hokage. Dia sangat sibuk, Chouji, tidak bisa terlalu sering pergi bersama kita."
“Aku mengerti, tapi...” Chouji meletakkan kedua tangannya di atas meja, pipinya menggembung karena merengut.
Ketika sebagian dari diri Shikamaru merasa senang karena mereka menyadari ketidakhadirannya, sebagian lainnya merasa kesepian, seperti ada jarak yang memisahkan mereka dengan dirinya.
Jika ia ingin menjadi orang dewasa, maka ia harus berhenti berpikir seperti anak-anak. Mereka sudah lama lulus dari Akademi. Semua hal tidak sama lagi seperti dulu saat ia bisa bermain bersama teman-temannya hingga menjelang malam.
Sama seperti Shikamaru yang dibanjiri dengan pekerjaan dari organisasi dan tanggung jawabnya pada Konoha, Ino dan Chouji yang telah berjuang pada perang yang lalu, menjadi Chuunin yang hebat dan dapat diandalkan. Disaat mereka mengatakan ini semua karena Shikamaru yang sangat sibuk, sebenarnya mereka juga memiliki waktu bebas yang sama sedikitnya.
Dan juga, mereka datang untuk bertemu dengan Shikamaru tanpa mengeluh, karena Shikamaru berkata bahwa ia ingin menemui mereka.
Mereka adalah teman yang paling lama dan paling dekat dengannya.
“Ada apa?” Ino bertanya saat ia melihat sumpit Shikamaru mengambang di udara, tak bergerak.
“Bukan apa-apa. Aku hanya ingin bertemu kalian sebentar.” Shikamaru memasukkan potongan kecil daging ke mulutnya.
“Ah, oke.”
Ino tidak bertanya apa-apa lagi setelah itu. Chouji melanjutkan menikmati kegiatan memenuhi mulutnya dengan daging.
Lalu, ketiganya mulai mengobrol. Obrolan ringan dan konyol.
Cinta abadi Chouji pada makanan.
Kisah cinta Ino, seperti biasanya.
Kemudian, mengenang Asuma…
Shikamaru dapat merasakan jarak yang memisahkannya dengan teman-temannya berkurang. Rasanya seperti kembali ke waktu pertama kali Asuma membawa mereka kesini.
Pada masa itu, hidupnya penuh dengan keluhan tentang semua hal yang 'merepotkan'...
Ketika melihat Chouji dan Ino yang sudah tumbuh dewasa. Shikamaru menyadari betapa mereka tak akan bisa kembali ke masa-masa itu.
-
Shikamaru pulang ke rumah sendirian.
Hingga penghujung hari, ia tak mampu memberitahukan mereka.
Ia awalnya berpikir jika ia akan pergi ke Negeri Sunyi, maka ia akan mengajak mereka berdua. Ia bermaksud mengajak mereka makan untuk mebicarakan hal tersebut. Tapi saat melihat senyum di wajah mereka, entah bagaimana ia tak mampu berkata apapun.
Jalan ia ia tempuh merupakan jalan yang gelap.
Demi Konoha, demi Persatuan Shinobi, demi kehidupan setiap shinobi, seseorang harus dibunuh.
Dalam keadaan ini, kemenangan tak dapat diraih dengan cara yang wajar, dan karena itu, pria itu harus dibunuh secara diam-diam.
Pembunuhan.
Pembunuhan bukanlah hal yang baru untuk shinobi. Seiring dengan waktu, cepat atau lambat kau akan menyadari bahwa hal itu merupakan hal yang biasa di dunia ini.
Namun, tetap saja...
Adalah hal yang baik untuk memperkecil jumlah orang yang harus melakukan pekerjaan kotor tersebut. Ia tak sampai hati untuk membawa serta Chouji dan Ino ke jalan penuh kegelapan ini.
“Jadi, sepertinya Anbu..."
Shikamaru mendongak ke arah langit malam, dan tak satupun bintang yang tampak.
Berlanjut ke Chapter 4...


[English]

“And with that, this month’s meeting is over. Does anybody have any questions?”
Shikamaru closed his eyes as he listened to the dispassionate voice addressing the gathering. The bespectacled man speaking was Chojuro, a shinobi from Kirigakure. Shikamaru knew him from the war as one of the Mizukage’s bodyguards.
“If nobody has anything to ask,then, Shikamaru-san…” Chojiuro spoke with an imploring tone from where he was seated next to him.
Shikamaru opened his right eye toglance at Chojuro, then slowly opened both.
Ten shinobi were seated around thecircular table; both men and women could be found, all generally aroundShikamaru’s age.
They were in the Country of Iron;the Shinobi Union’s Headquarters.
The country had a multitude ofstrong samurai, and thus, not one single shinobi was needed. Before the war,the Kages of the Five Great Hidden Villages would comfortably hold meetings inthe Country of Iron, and now it was the Headquarters for the Shinobi Unionfounded by those Five Powers. The roots of the Union’s headquarters had beenset in the same Country of Iron where the alliance had initially begun.
All the leading villages of theFive Great Nations had some of their shinobi gather at the Union’s Headquarters and, whether night or day, continue their hard work for the sake of the expansion of the Shinobi World overall.
This meeting was full of people who would bear the burden of the next era’s world of shinobi. It was a place where the future of Shinobi was discussed. Shinobi sent to this meeting were the most capable ones in their villages, considered as candidates for kage as well as other positions. Of them, Shikamaru and Chojuro were the youngest.
Besides Shikamaru, and Chojuro, who was chairing the meeting, there was Temari of Sunagakure, and Omoi of Kumogakure as well.
Shikamaru had been charged with being the leader of this gathering of shinobi. Obviously, he hadn’t volunteered. This was the result of everyone recommending him for the job.
“Shikamaru-san?” Chojuro sounded like he’d become worried by Shikamaru’s long silence.
Shikamaru cleared his throat, and looking at all the members, opened his mouth to speak.
“I believe we don’t have any new topics of discussion for this meeting. I hope for more meetings at a comfortable pace like this. With that, see you next month.”
As he said that, Shikamaru rose to his feet and gathered all the scrolls and documents that had been spread across the table. Folding them under his arm, he turned to leave.
Confused by their leader’s cold attitude, the other members got ready to leave at haphazard paces. Everyone milled out into the two hallways leading left and right out of the room.
Even though so many shinobi were restlessly walking down the hallways, not a single echo of their footsteps was heard. They were shinobi, after all. Other people’s footfalls could be heard, but not a shinobi’s. That had been one of the basics of the basics, back at the Academy.
“Oi.” A voice called out to him from behind.
Shikamaru anxiously clicked his tongue. Right now, the owner of that voice was the person he didn’t want to talk to the most.
He stepped forward as if he hadn’t heard.
“Hold it, Shikamaru!”
The voice that hit his back felt like a flying kick.
“What is it?” Shikamaru turned his head to look over his shoulder at the woman behind him.
Temari of Suna. Her hair had gotten shorter since two years ago, and was now tied into two bunches on either sides. Her face looked a little bit more like an adult’s, and her eyes were even calmer than they’d been in the old days.
She was older than Shikamaru. Rather than say she looked like an adult, it was more like she had already grown into a splendid adult.
“What’s wrong with you?” She asked.
“I don’t know what you mean.”
“You’ve been acting strange lately.” Temari’s hands reached out to Shikamaru’s shoulders, turning him to face her.
Troublesome…
The word rose up to his throat, only for him to frantically swallow it down.
“Like your cold attitude at the meeting.” she said, “You’ve been making decisions without saying a word or giving an explanation, and it’s made everyone nervous. The atmosphere was so strained.”
“Oh, did that happen?”
“You didn’t even notice that…?” Temari’s eyes widened slightly. “What’s happened?”
“Nothing…”
“It’s something you’re not going to tell anyone about? Not even me?”
Temari’s gaze was pained.
Since the war had concluded, he’d been working with Temari at the Union for two years now. She was an understanding, good partner. They both shared the sentiment of not wanting all the shinobi who had been gathered together during the war to separate again, as well as the intention to work together and make the Union as good as it could be.
When you added that to the strong bond between Naruto, who intended to become Konoha’s Hokage, and Gaara, Suna’s present Kazekage, that easily made the bond between Suna and Konoha the strongest amongst all the villages united under the Union. With such external forces at work as well, it was natural that Shikamaru and Temari had reached a stage of existence where both was the other’s biggest support within the Union.
“Since you’re like this, something bad must be happening in Konoha.”
Temari had made a very good discernment. However, she’d missed the mark a little. The situation wasn’t in Konoha, though the situation did affect all of Konoha’s shinobi. Temari’s theory was half-right, half-wrong.
If there was one thing that never changed about the life of shinobi, it was that anything which passed the borders of your own village had to be jointly carried out with other villages. This was a basic principle of the Union. The course of action that Shikamaru and Kakashi were taking was a blatant violation.
And yet, Shikamaru still had no intention of telling Temari the truth. It wouldn’t be a wise move to get the whole of the Union involved with the business of the Country of Silence.
He’d firmly resolved that Konoha would handle it by themselves…
“You’re saying there’s nothing going on that you can depend on me for?”
“Nothing.”
Shikamaru’s firm tone made Temari close her eyes.
“Is that so…”
The punch came in the next moment.
It had been one split second where the hurt look on Temari’s face had morphed into righteous fury. There had been no time to avoid it. Before Shikamaru even knew what was happening, his body was already flying.
He rolled onto the hallway’s floor before coming up into a sitting position. He silently raised a hand to touch his stinging cheek, already red.
Before him, Temari was glaring at him with an outraged expression on her face.
“I had no idea I’d misjudged you this much!” She shouted, her words turning to wind that slammed against his face.
“I- I’m sorry…”
The apology came without conscious thought.
His father would come home as late as sunrise on some days, and get yelled at in the house’s entryway by his mother. Somehow, Shikamaru had found himself suffering that same scolding from Temari.
She strode past him with swift, large steps, and disappeared over his shoulder.
Those eyes of hers had looked slightly wet…
*
“You’ve stopped eating.”
The voice came from Chouji who sat in front of him, both of his cheeks puffed up with food. Ino was sitting next to him.
They were at Yakiniku Q.
In the two years since the war, his two friends had become quite the adults. Chouji was still as chubby as ever, but there was a masculine look in his eyes now, and he now had a goatee. Ino had been growing out her hair more and more, abandoning her ponytail for leaving it loose, and looked more like an adult compared to before as well.
“Did you eat something before you came here?” Chouji opened his mouth wide to drop in even more meat, chewing and swallowing it down.
“Shikamaru and I’ve stopped growing a long time ago, so we’re not eating ridiculously the way you do, Chouji.”
“Hey!” Chouji’s eyes widened in indignation.
Shikamaru laughed without thinking. A calming breeze was blowing through his heart. It’d been a while.
“I came specifically to eat lunch with you two, so how could I have eaten something beforehand?” So saying, Shikamaru extended his chopsticks towards a piece of beef that looked like it was about to burn.
Another pair of chopsticks intercepted him.
“Hey, that’s the meat that I put on the grill!” Chouji protested.
“Alright, alright.”
They’d gone through this many times before. Shikamaru let go of the beef, and turned his gaze on the piece next to it. He glanced at Ino, who gave a nod of permission.
“It’s been a while since you invited us out, Shikamaru.” She said.
“Yeah,” Chouji chimed in, “Lately, I haven’t been able to see you unless we set a time to meet like this.”
“Shikamaru’s got his job at the Union and well as being the Hokage’s Support. He’s super busy, Chouji, he can’t always hang out with us anymore.”
“I understand that, but…” Chouji laid his arms on the table, his cheeks puffing out as he pouted.
While there was a part of Shikamaru that was happy they’d noticed his absence, another part of him also felt lonely, like a new distance had come with their separation.
If he wanted to be an adult, then he had to stop thinking like a child. They were long out of the Academy. Things weren’t the same as those days when he could while away time playing with his friends till dusk.
The same way Shikamaru was swamped with work from both the Union and his responsibilities in Konoha, Ino and Chouji had struggled through the last war and become fine, reliable chuunin. While they said it was because Shikamaru was so busy, his two friends had just as little free time as he did.
And yet, they’d come to meet up with him without a word of complaint, simply because he said he wanted to see them.
They were his oldest, closest friends.
“What’s up?” Ino asked when she saw how Shikamaru’s chopsticks hovered in the air, not moving.
“It’s nothing. I’ve just wanted to see you guys for a while.” Shikamaru put a tiny pit of meat into his mouth.
“Ah, kay.”
Ino didn’t ask whether there was anything more to it. Chouji continued happily stuffing his mouth with meat.
Then, the three started to talk. It was a light-hearted, silly conversation.
Chouji’s eternal love of food.
Ino’s usual talk about her love life.
And then, the memories about Asuma…
Shikamaru could feel the distance between him and his friends shrinking. It was almost like he’d gone back to that moment when Asuma had first brought them here.
That time, he’d been full of complaints about how things were ‘troublesome’…
Looking at how Chouji and Ino had grown up, Shikamaru could feel his heart grumbling about how they’d never be able to return to those old days.
-
Shikamaru went home alone.
At the end of the day, he hadn’t been able to tell them.
He’d thought that if he’d go to the Country of Silence, then he’d go with the two of them. He’d invited them out to eat with that purpose in mind. But seeing their smiling faces had somehow made him unable to say anything.
The road he was taking was a dark one.
For Konoha’s sake, for the Union’s sake, for the sake of every single shinobi, one man had to be killed.
It wasn’t a victory that could be gained from playing fair. And so, he had to be killed in secret.
Assassinated.
It wasn’t like assassination was anything new to shinobi. Growing up, you realised sooner or later that things like that were necessary in this world.
But, still…
It was still good to have as few people as possible get their hands dirty. He didn’t have the heart to drag Chouji and Ino into the darkness too.
“So, it’s the Anbu after all…”
Shikamaru looked up at the night sky, and couldn’t see a single star.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar