Senin, 27 April 2015

Shikamaru Hiden: A Cloud Drifting in Silent Darkness Chapter 5 [Translation Indonesia and English]

シカマル秘伝 闇の黙に浮ぶ雲 Shikamaru Hiden: Yami no Shijima ni Ukabu Kumo (Shikamaru Hiden: A Cloud Drifting in Silent Darkness) ● Dalam Bab 5


[Indonesia]



Shikamaru Hiden, Chapter 5

-Berdiri di depan Shikamaru, dua wajah baru berwarna putih: kucing dan kera.

Tentu saja, kedua wajah hewan itu hanyalah topeng, dan dari leher ke bawah berbentuk manusia. Mereka menggunakan seragam hitam pekat yang melekat pada kulitnya, begitu juga jaket pelindung Konoha yang baru didesain ulang.

Jaket pelindung yang lama memiliki saku di kedua sisinya pada bagian dada agar shinobi dapat menyimpan gulungan atau peralatan ninja, namun desain yang baru sudah tidak menggunakannya lagi dan membuatnya lebih sederhana. Ini merupakan efek samping dari era perdamaian yang telah terwujud setelah perang berakhir.

Dimana terlukis mata di topeng kedua Anbu tersebut, terdapat lubang seperti goa yang dalam dan gelap. Pada kedua topeng itu terlukis mulut yang tipis, melengkung dari pipi ke pipi. Pada topeng kucing terlukis garis tipis berwarna merah di bawah matanya. Pada topeng kera terlukis alis merah tebal yang membuatnya terlihat seperti sedang marah. Kedua Anbu itu mengaitkan tangannya di balik punggungnya, dan celah mata pada topeng mereka membuat Shikamaru merasa sedang diawasi.

“Ini mereka berdua, aku rasa mereka bisa melakukan segala yang kau harapkan." Ucap Kakashi dari tempat ia duduk di balik mejanya.

Dari tempat Shikamaru berdiri, Anbu bertopeng kucing berada di kanan, dan yang bertopeng kera berada di kiri. Kedua Anbu itu memiliki berbedaan tinggi yang sangat jauh. Si Kera 176 cm, sedikit lebih tinggi dari Shikamaru, sedangkat Si Kucing tingginya hanya sepundak Shikamaru.

Jadi, yang bertopeng kera adalah pria, dan yang bertopeng kucing adalah wanita...

Meskipun tanpa perbedaan tinggi, struktur tubuh mereka sangatlah jelas.

“Kalian berdua, lepaskan topeng kalian.” Instruksi Kakashi.

Tangan kedua Anbu itu terangkat mencapai topeng mereka sesuai perintah Kakashi, perlahan menurunkannya untuk memperlihatkan wajah mereka yang sebenarnya.

Memang sebuah ciri khas seorang Anbu untuk memakai topeng dengan wajah hewan. Karena mereka biasanya berurusan dengan misi gelap sepeti pembunuhan atau menyebabkan kekacauan di negara luar, mereka tidak mau membiarkan orang lain mengetahui identitas mereka. Bahkan masyarakat Konoha sendiri tidak mengetahui siapa yang merupakan Anbu, siapa yang tidak.

‘Orang-orang yang datang dan pergi dari desa tanpa memakan apapun adalah Anbu.’ Banyak sekali beredar rumor dan spekulasi seperti itu.

“Pria ini adalah Rou, and anak perempuan ini adalah Soku.”

Kedua Anbu itu membungkuk memberi salam pada Shikamaru saat Kakashi memperkenalkan mereka.

“Memiliki perempuan yang sangat muda di Anbu…“

“Tidak terpikirkan, kan?” Soku memotong gumaman Shikamaru. "Tapi di dunia Shinobi, kemampuan adalah segalanya, dan aku memasuki Anbu dengan membuktikan nilai dari kemampuanku, kau tahu."

“Dia benar.” Kakashi setuju dengan Soku.

Shikamaru tak bisa memungkiri keterkejutannya.

 Soku masih sangat muda. Ia paling tidak lebih muda 5 atau 6 tahun dari Shikamaru, dan pasti baru saja lulus dari akademi. Ia memiliki pipi kemerahan yang chubby, namun juga memiliki bibir tipis membentuk rengutan yang memancarkan tekad. Alis tipisnya melengkung dan matanya memancarkan kepercayaan diri.

Sesuatu darinya membuat Shikamaru merasa seperti inilah bentuk Temari saat kanak-kanak.

“Hinoko diakui kemampuannya dan direkrut ke Anbu ketika ia baru saja lulus dari Akademi. Meskipun usianya baru 14 tahun, ia telah menyelesaikan misi dengan jumlah besar.” Ucap Kakashi. “Ia sangat diandalkan dalam Anbu”

“Tidak baik menilai kemampuan seseorang hanya dari penampilannya saja, kau tahu.” Ucap Soku, menggembungkan pipinya sedikit. “Dan Tuan Hokage, aku terus-menerus memberitahumu untuk tidak memanggilku dengan nama asli, kau tahu.”

“Hinoko… Nama yang sangat bag-”

Dalam sekejap, Soku telah hilang dari pandangan Shikamaru dan sebelum ia menyadarinya, sebuah jari dengan sinar oranye berchakra ditekankan ke arah dahinya.

“Aku benci dipanggil dengan nama asliku, kau tahu. Jadi berhati-hatilah, jangan menggunakannya."

Shikamaru dapat merasakan sejenis percikan muncul dari ujung telunjuk Soku. Tampak seperti versi kecil dari raikiri Kakashi.

Chakra meletup dari ujung jari Soku…
“Berhenti sekarang juga, Soku.”

Pria yang berbicara adalah pria yang membawa topeng kera. Kakashi memperkenalkannya sebagai Rou. Ia memiliki alis yang tebal, rahang yang kuat dan tegas, kelopak mata segaris yang menatap kearah Soku menunjukkan ketidaksetujuannya.

“Aku harus memperjelas hal ini dari awal, kau tahu.” Soku membalas. “Aku tidak terima dipandang rendah sebagai anak kecil, kau tahu.”

“Salahku. Aku akan berhati-hati kedepannya.” Shikamaru memberikan permintamaafan sederhana. Tidak perlu memperburuk situasi, dan ia tidak punya waktu untuk berurusan dengan emosi gadis muda itu.

Soku mengalihkan pandangannya dari Rou dan kembali ke Shikamaru.

“Selama kau mengerti, kau tahu.” Ia berbalik dan kembali ke tempatnya, mengembalikan posisinya ke posisi yang sama dengan tangan dibalik punggungnya.

“Rou dapat dengan bebas memanipulasi kualitas dan kuantitas chakra; baik miliknya sendiri atau milik siapapun yang ia jadikan target dan kenali.” Ucap Kakashi, Rou memberikan anggukan kecil.

“Apa itu berarti kau juga bisa meningkatkan chakra?" Tanya Shikamaru.

“Pertanyaan yang pintar.” Komentar Kakashi.

“Chakra yang dapat kuubah hanyalah chakra yang dirasakan oleh orang lain.” Ucap Rou. “Untuk menjelaskannya, jika saya meningkatkan chakra anda, Shikamaru-dono, saya tak akan bisa mengubah potensi pertempuran pada akhirnya. Chakra anda hanya akan tampak lebih besar dalam persepsi orang lain. Dengan kata lain, jurus saya tidak akan efisien untuk mengelabui jika subjek dari manipulasi chakra tidak berpartisipasi dalam pengelabuan.”

Rou memiliki gaya bicara yang sangat kuno, dan ditambah dengan penampilannya yang berperawakan besar, tampak lebih seperti samurai daripada ninja.

Shikamaru memberikan pria itu anggukan untuk menunjukkan bahwa ia mengerti akan penjelasannya, dan membuka mulutnya untuk berbicara lagi.

“Saat kau mengatakan bahwa kau dapat mengubah kuantitas chakra yang dirasakan, apakah itu berarti kau dapat menghapusnya juga?”

Bagaimanapun caramu melihatnya, Rou jelas terlihat berada di usia empat puluhan. Iapaling tidak berusia dua puluh tahun lebih tua dari Shikamaru.

“Itu pasti mungkin. Saya dapat membuat chakra dari target manapun menghilang seperti yang anda telah deskripsikan, sementara anda dapat melacak mereka, Shikamaru-dono.”

Dengan cara bicara pria itu yang kuno, Shikamaru setengah mengira kata ‘mengikuti jejak’ daripada ‘melacak’, dan merasa sedikit ragu dengan kata modern yang tidak teratur

“Aku rasa jurusnya sangat cocok untuk tugas ini, menurutmu bagimana?” Tanya Kakashi.

“Itu akan bekerja. Dan si kecil?” Shikamaru bertanya, mengalihkan pandangannya ke arahSoku.

Alis gadis itu berkedut karena dipanggil ‘Si Kecil’. Anak itu tampaknya tak menyadari bahwa ia masih anak-anak. Shikamaru belum yakin apakah hal yang bagus atau tidak kegunaan gadis itu dalam misi.

“Sebuah demostrasi akan bagus, bukankah begitu?” Ucap Kakashi pada Soku.

Gadis itu mengangguk dan berbalik. Iya merentangkan tangan kirinya sehingga menghadap ke jendela yang terbuka sepanjang ruangan Kakashi. Pada arah yang ia tunjuk, Shikamaru dapat melihat burung walet sedang terbang di luar.

“Jurusku adalah jarum chakra, kau tahu..." Soku bergumam, dan sebuah kilat chakra oranye meletup dari jari telunjuknya.

Saat itu, burung wallet yang dikejutkan oleh suara keras dengan cepat menukik untuk bersembunyi di balik pilar di luar.

Jika Soku menembakkan chakranya pada saat seperti ini, tak mungkin ia dapat mengenai target. Chakranya akan mengenai pilar dan hanya meninggalkan goresan di pilar itu.
Tapi…

Tak ada satupun goresan di pilar itu, dan dari luar walet itu mengeluarkan suara yang tajam dan melengking.

Shikamaru segera mengarah ke jendela. Mengeluarkan dan memutar lehernya, matanya mencari-cari dimana burung walet yang terbang tadi, dan menemukan burung itu di tanah. Jelas-jelas terlihat mati.

“Aku tidak ingin kau salah paham, kau tahu. Aku menentang pembunuhan tanpa arti.” Soku berbicara dibelakangnya.

Ketika ia berbicara, Shikamaru memandang ke arah walet yang kembali seperti biasa, menggoyang kakinya dan bangkit. Kemudian, terbang kembali, bahkan lebih tinggi dari sebelumnya.

“Aku membuat chakraku berevitalisasi ketika menembus target barusan, jadi burung walet itu mungkin merasa lebih berenergi dari sebelumnya, kau tahu.”

“Bagaimana kau bisa melewati pilar itu?" Tanya Shikamaru, melepaskan tangannya dari ambang jendela dan berbalik menghadap Soku.

Anak perempuan itu mengeluarkan tawa, menjulurkan lidahnya sebagai ejekan yang kekanak-kanakan.

“Sekali aku telah membidik targetku, tak peduli ia berada dalam pandanganku atau tidak, jarum chakraku akan mengikutinya kemanapun, kau tahu. Jarumku tidak akan berhenti dari jalurnya hingga ia mengenai targetnya."

Jadi.

Jurus Rou dapat menghilangkan keberadaan chakra mereka, dan membuat mereka dapat menyusup tanpa terdeteksi. Saat mereka mencapai keberadaan Gengo, Shikamaru akan menggunakan kagemane-nya untuk menahannya. Dan serangan mematikan akan dilontarkan dengan mudah oleh jarum chakra Soku.

Semuanya akan baik-baik saja..
Mereka benar-benar dapat melakukannya…

“Bolehkah aku bertanya satu hal?"

“Tentu saja, kau tahu.” Soku memberikan senyumnya yang penuh kepercayaan diri.

“Bisakah kau berhenti menambahkan kata 'kau tahu' pada setiap akhir kalimatmu?"

*
Mereka datang.

Para musuh.

Ninja Oto.
Suruhan Orochimaru.
Tidak, tunggu...

Sejak kapan aku dikejar?

Aku yang seharusnya mengejar seseorang.
Seseorang yang harus diselamatkan.

Uchiha Sasuke.

Teman sekelas yang mampu melakukan segala hal dengan sempurna, yang memiliki kepribadian buruk.

…Tapi ia merupakan seorang kawan. Ia tentu saja harus diselamatkan.

Aku memimpin sebuah tim untuk pertama kali. Kegagalan bukanlah pilihan.

Teman-temanku...

Teman-temanku telah dikalahkan, satu per satu.

Chouji.

Kiba.

Neji.

Dan kemudian Naruto…

Kami dikelilingi oleh ninja Oto yang mencemooh.

Aku minta maaf…

Aku minta maaf, semuanya.

Lain kali, aku tak akan gagal.

Jadi aku mohon- aku mohon jangan mati.

“AKU MOHON!”

Shikamaru terbangun karena jeritan keputus asaannya, menyibakkan selimutnya dengan panik. Seluruh tubuhnya di basahi oleh keringat.

Ia baru saja bermimpi...
Itu adalah misi pertamanya sebagai Chuunin: untuk membawa kembali missing-nin Uchiha Sasuke yang meninggalkan desa dibawah pimpinan Orochimaru.

Rekannya adalah beberapa teman sekelasnya dan Neji. Mereka berkurang, satu per satu, dalam pengejaran Sasuke. Shikamaru telah memutuskan untuk mempercayakan segalanya pada Naruto dan bertarung melawan ninja Oto.

Dan hasil dari keputusan itu adalah Sasuke meninggalkan desa, dan seluruh temannya mengalami luka parah.

Sebagai Chuunin, sebagai pemimpin, misi pertamanya berakhir dengan kegagalan yang membuatnya putus asa.

Shikamaru mengusap keringat di dahinya, dan perlahan mengambil nafas dalam-dalam.
Kenapa ia bermimpi seperti itu?

Hingga kini, ia tak pernah melihat kejadian itu dalam mimpi.

Walaupun begitu, kenyataannya luka dari peristiwa itu masih melekat di hatinya. Shikamaru menganggap misi pencarian Sasuke merupakan aib terbesarnya, dan tak pernah gagal memikirkan hal itu kapanpun ia menilai dirinya sendiri.

Ia tidak akan pernah lagi tersudut seperti waktu itu...
Mimpi hanyalah manifestasi dari alam bawah sadarmu.

Lalu, apakah aku sedang tersudut sekarang?

“Tidak apa-apa... Tidak apa-apa, Shikamaru..."

Meskipun bukan seperti dirinya untuk mencoba menenangkan diri sendiri, kata-kata itu keluar dari mulut Shikamaru sebelum ia mampu menghentikannya. Hatinya masih terpukul, darah menderu ke gendang telinganya seperti lonceng peringatan.

Tampaknya ia tak dapat tidur lagi malam ini.
Mereka akan segera berangkat saat matahari terbit.

\\Bersambung...


-[English]

Standing in front of Shikamaru weretwo new, white faces: a cat and a monkey.

Of course, the animal faces wereonly masks, and from the neck down the two Anbu were completely human. Theywore jet black uniforms that clung to their skin, as well as the recently redesignedflak jackets of Konoha.

The old flak jackets used to have pockets on both sidesof the chest for shinobi to keep scrolls or ninja tools, but the new design haddone away with those and kept itself relatively simple. It was a side-effect ofthe peaceful era that had come into being after the end of the war.

Where there would have been eyes painted on the two Anbu’s masks, holes had been pierced like deep, dark caves. Both the maskshad thin mouths painted on, curving from cheek to cheek. The cat’s mask hadthin red markings under its eyes. The monkey’s mask had thickly drawn red eyebrows that made it look like it was scowling in temper. Both the Anbu had their hands linked behind their backs, and the eye slits of their masks gave off such a feeling that Shikamaru felt like he was being sized up.

“If it’s these two, I think they can do everything you’ve been hoping for.” Kakashi said from where he was seated behind his desk.

From where Shikamaru was standing, the cat-masked Anbu was on the right, and the monkey-masked was on the left. The two Anbu had a very large height difference. The Monkey was 176 cm, slightly taller than Shikamaru, while the Cat barely came up to Shikamaru’s shoulders.

So, monkey-mask was male, and cat-mask was female…

Even without the height difference, their body structure made that much evident.

“Both of you, take off your masks.” Kakashi instructed.

The Anbu’s hands both lifted to reach for their masks at Kakashi’s command, slowly lowering them to reveal the human faces below.

It was an Anbu custom to wear the masks with animal faces. Since they mainly dealt in shady missions such as assassination or causing disturbances in foreign countries, they loathed to let anyone know of their identities. Even most of Konoha’s own citizens didn’t know who was and wasn’t in Anbu.

‘People who come and go from the village without eating anything are Anbu.’ There were lots of rumours and speculations like that.

“The man is Rou, and the girl is Soku.”

The two Anbu bowed their greetings to Shikamaru in time with Kakashi’s introduction.

“To have such a young girl in Anbu…“

“It’s unthinkable, right?” Soku cut into Shikamaru’s murmuring. “But in the world of Shinobi, competency is everything, and I entered the Anbu by proving the worth of my abilities, y’know.”

“She’s right.” Kakashi agreed with Soku.

Shikamaru couldn’t deny that he was surprised. Soku was extremely young. She was at least 5 or 6 years younger than Shikamaru, and must’ve only just come out of the Academy. She had slightly red cheeks, plump with baby fat, but also a thin mouth set in a grim frown that radiated determination. Her thin eyebrows were arched, and her eyes shined with self-confidence.

Something about her made Shikamaru feel like this was what Temari had looked like as a child.

“Hinoko was recognised for her abilities and scouted into Anbu the minute she graduated from the Academy. Despite only being 14 years old, she’s accomplished a great number of missions.” Kakashi said. “She’s very relied upon in the Anbu.”

“It’s not good to judge someone’s abilities based solely upon their appearances, y’know.” Soku said, puffing out her cheeks a bit. “And, Hokage-sama, I keep telling you not to call me by my real name, y’know.”

“Hinoko… It’s a very nice nam-”

In a blink, Soku had disappeared from Shikamaru’s line of view and before he knew what was happening, a finger glowing orange with barely restrained chakra was pressed against his forehead.

“I hate being called by my real name, y’know. Be careful not to do it.”

Shikamaru could feel a sort of frizzing static from the edge of Soku’s index finger. It felt like an incredibly small version of Kakashi’s raikiri.

Chakra was bursting from the edge of Soku’s fingertips…

“Stop that at once, Soku.”

The one who spoke was the man who’d carried the monkey mask. Kakashi had introduced him as Rou. He had thick eyebrows, a strong jaw and stubborn, one-lidded eyes that were glaring at Soku in disapproval.

“I have to make this clear from the start, y’know.” Soku retorted. “I won’t allow being looked down on for being a kid, y’know.”

“My bad. I’ll be careful in the future.” Shikamaru gave a simple apology. There was no need to aggravate the situation any further, and he didn’t have the time to deal with the young girl’s temper.

Soku turned her gaze away from Rou and back to Shikamaru.

“As long as you understand, y’know.” She turned her back on him and stomped back to where she had originally stood, taking on the same position with her hands behind her back.

“Rou can freely manipulate the quality and quantity of chakra; both his own, as well as that of anyone he targets and recognises.” Kakashi said, and Rou gave a small nod.

“Does that mean you can increase chakra as well?” Shikamaru asked.

“A smart question.” Kakashi commented.

“The chakra which I can change is only that which is perceived by others.” Rou said. “To explain, if I increased your chakra, Lord Shikamaru, I would not be able to change the actual fighting potential in the least. Your chakra would only seem larger in the perception of other persons. In other words, my jutsu cannot be efficient in the practice of deceit if the subject of my chakra manipulation does not participate in the deception.”

Rou had a very old-fashioned speech pattern, and coupled with his round, boulder-like appearance, he seemed more like a samurai than a ninja.

Shikamaru gave the man a nod to show him he understood his explanation, and then opened his mouth to speak again.

“When you say you can change the quantity of perceived chakra, does that mean that you can completely erase it as well?”

No matter how you looked at it, Rou was definitely in his forties. He was at least twenty years older than Shikamaru.

“That is certainly possible. I can make the chakra of any target disappear in the manner you’ve described, while also allowing you to trace them, Lord Shikamaru.”

With the man’s old fashioned way of speaking, Shikamaru had half-expected the word ‘track’ instead of trace, and felt a little fazed at the random modern word.

“I thought his jutsu would be the best suited for this job, but what do you think?” Kakashi asked.

“It’ll work. And the little one?” Shikamaru asked, turning to look at Soku.

The girl’s eyebrow twitched at being called ‘little one’. The child didn’t seem to be aware that she was a child. Shikamaru wasn’t sure yet if that was a good or bad thing for how useful she’d be on the mission.

“A demonstration would be good, wouldn’t it?” Kakashi said to Soku.

The girl nodded and turned around. She stretched out her left arm so it was facing the open window across Kakashi’s office. In line with the direction she was pointing, Shikamaru could see a single swallow flying outside.

“My jutsu is all about Chakra needles, y’know…” Soku murmured, and an orange flash of chakra burst out of her index finger.

At that moment, the swallow which had been startled by the loud sound had quickly swooped to hide behind a pillar outside the window.

If Soku had fired her chakra with this timing, there was no way she could hit her target. Her chakra would hit the pillar and just leave a scratch on its surface instead.

But…

There wasn’t a single scratch on the pillar, and from outside, the swallow gave a shrill, sharp cry.

Shikamaru hurried to the window. Leaning out and twisting his neck around, his eyes searched the ground around where swallow had been flying, and found the bird on the ground. It did indeed look dead.

“I don’t want you to misunderstand, y’know. I’m against a meaningless waste of life.” Soku spoke from behind him.

As she spoke, Shikamaru stared as the swallow slowly came back to its senses, waddling to its feet and getting up. Soon, it’d taken off again, flying even higher than before.

“I made my chakra revitalising when it pierced through the target this time, so that swallow probably feels much more energetic than it did a while ago, y’know.”

“How did you get it past the pillar?” Shikamaru asked, taking his hand off the window sill and turning to face Soku.

The little girl let out a delighted laugh that sounded her age for once, sticking out her tongue in childish mockery.

“Once I’ve aimed at my target, it doesn’t matter if they go out of my sight or not, my chakra needle will follow it anywhere, y’know. My needle won’t ever stop in its path until it hits its target.”

So.

Rou’s jutsu would erase their chakra’s presence, and let them infiltrate the enemy’s ranks undetected. When they came within reach of Gengo, Shikamaru would use his kagemane to bind him. And then the killing blow would come with the foolproof aim of Soku’s chakra needle.

It was alright.

They could really do it…

“Can I just ask you one thing?”

“You can, y’know.” Soku gave a smile brimming with confidence.

“Can you stop tacking ‘y’know’ onto the end of your sentences?”

*
They were coming.

The enemy.

Oto-nin.

Orochimaru’s underlings.

No, wait…

Since when was I being chased?

I was the one who was supposed to be chasing someone.

Someone who had to be saved.
Uchiha Sasuke.

A classmate who could do anything perfectly, with a nasty personality.

…But he was a comrade. He absolutely had to be saved.

I was leading a team for the first time. Failure wasn’t an option.

My comrades…

My comrades were being felled down, one after another.

Chouji.

Kiba.

Neji.

And then Naruto…
We were surrounded by sneering oto-nin.

I’m sorry…

I’m sorry, everyone.

Next time, I won’t fail again.

So please- please don’t die-

“PLEASE!”

Shikamaru woke up to the sound of his own desperate shouting, twisting out of his covers in a panic. His whole body was drenched with sweat.

He’d been dreaming…

It had been his first mission after making chuunin: to retrieve the missing-nin Uchiha Sasuke who’d left the village under Orochimaru’s guidance.

His comrades had been several classmates, and Neji. They’d lessened, one by one, as they chased after Sasuke. Shikamaru had made the decision to entrust everything to Naruto and take on a sound-nin in a fight.

And the result of that decision had been Sasuke leaving the village, and all his comrades sustaining serious injuries.

As a chuunin, as a leader, his first mission had ended in despairing failure.

Shikamaru placed a palm to his sweat soaked forehead, and slowly took in a deep breath.

Why did he see a dream like that?

Until now, he’d never seen those events in a dream.

Although, it was a fact that scars from that incident were still left in his heart. Shikamaru saw the Sasuke Retrieval mission as his biggest disgrace, and never failed to think of it whenever he was judging himself.

He’d never again been cornered like he had been on that day…

Dreams were a manifestation of your subconscious.

Then, do I feel like I’m being cornered right now?

“It’s alright…it’s alright, Shikamaru…”

Although it was unlike him to try and soothe himself, the words slipped out of Shikamaru’s mouth before he could stop them. His heart was still hammering, blood roaring against his ear drums like a steady warning bell.

It didn’t look like he’d be able to fall sleep again tonight.

They were going to set out at sunrise.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar